Rabu, 06 Oktober 2010

Perut Mu, Emosi Mu

Dalam tulisan kali ini saya akan membahas kaitan perut dengan emosi. Hmm, mengapa emosi??? Menurut saya, perut adalah salah satu sumber yang bisa membuat emosi kita bekerja, entah itu naik turun, sedih senang, marah atau bahagia, dll.

Namun, sebelumnya saya akan memberikan pandangan seberapa riskan dan pentingnya perut. Perut, menjadi bagian yang paling penting dalam kehidupan ini. Semua yang kita lakukan pada dasarnya berorientasikan pada perut, dan hampir semua kegiatan kita didunia ini adalah bagaimana cara untuk mengisi perut. Mungkin akan ada yg bilang kalimat tadi membuat kita seperti hewan, walaupun kita sebagai manusia diciptakan bukan seperti hewan, yang hidup untuk perut (makan), melainkan perut untuk hidup,tapi ujung-ujungnya urusan perut lagi kan. Karena perut nasioalisme tejual, karena perut iman tergadai dan karena perut juga harga diri runtuh.

Kembali ke permasalahan emosi dengan perut. Apabila kita sudah mengisi perut atau yang biasa dinamakan dengan makan, dan kenyang, apa yang kita rasakan? Tentu ada perasaa puas, senang atau bahagia. Dan kalau lapar ya tidak bahagia, sedih, bahkan ada ada yang jadi sentimentil. Suatu ketika kita mungkin pernah mengalami kejadi ini, saat kita memesan makan disebuah tempat makan, namun makanan yang kita pesan tersebut terlambat datangnya. Dalam keadaan seperti itu biasanya emosi kita pun juga ‘naik’, entah itu marahlah atau ‘ngambek’ bukan ngembik ya!, entar dikira kambing. Pokoknya emosi yang negatif. Dan kalau makan tersebut sudah muncul dan berpindah ke perut, pikiran pun jadi tenang hati pun jadi lapang. Bahkan karena perut ini dapat membuat hati lapang, pikiran tenang dan perasaaan pun jadi senang tadi, dalam melakukan kegiatan entah itu diplomasi, pembicaraan kerjasama perdangan, atau pun dalam berbagai proses ‘bergaining’ cenderung juga diadakan di meja makan, hal ini mungkin dimaksudkan agar proses ‘bargaining’ tersebut berjalan lancar. Kita pun juga sering misal dalam mengerjakan tugas, kita ditemani ‘cemilan’ (cemilan cebelum cepeluh, hehe), dan tujuannya pun adalah untuk membuat mood kita jadi ‘baik’.

Mungkin perut bukan hanya sebagai pusat dari emosi mungkin juga hasrat, nafsu dan birahi. Seperti saat kita berpuasa, yang kita lakukan ya mungkin mengendalikan perut, tapi lebih lanjut kita dihadapakan untuk mengandalikan emosi, nafsu serta birahi. Entah mengapa, kalau kita lapar, emosi (emosi yang negatif) kita pasti mudah tersulut?. Seolah-olah perut ini dapat mengontrol emosi. Kan, kalau lapar emosi kita jadi mudah naik turun, nah dengan melakukan pengndalian perut (puasa) tadi, kita juga harus dapat mengontrol emosi. Jangan hanya karena lapar, kita jadi mudah mengumbar amarah, sudah banyak contoh bagaimana konflik terjadi karena permasalah perut.

Dalam kaitan perut dalam pengandali birahi contohnya seperti ini, dalam Islam jika kita punya hasrat untuk menikah namun pasangan belum ada, tapi keinginan tersebut
* r }vosP E atau nafsu itu sudah sangat membuncah, kita anjurkan untuk mengandalikan perut kita, yaitu dengan puasa tadi. Loh? Hal ini berdasarkan yang saya papat erat kaitanya dengan pendalian emosi, nafsu dan birahi, saat lapar tentu emosi dkk itu, sangat mudah untuk berubah-ubah, dan kita pun harus mengontrol birahi tersebut agar tidak menjadi hal-hal yang negatif.

Jadi kendalikan emosi mu, kendalikan perut mu.

0 comments:

Posting Komentar

 
;