Minggu, 23 Mei 2010 0 comments

Rahasia Kecerdasan Orang Yahudi

Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?"

Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?

Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin.

Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.

Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika.

Stephen bertanya, “Apakah ini untuk anak kamu?”


Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius."

Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya.

Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.

Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.

Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.

Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan, “Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),”
ungkapnya.

Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.

Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.
Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.

Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.

Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel.

Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).

Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.

Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak.

Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi.

Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, “Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!!!” katanya.

Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari.
Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.

Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius.
Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.

Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya.
Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!

Anda terperanjat?

Itulah kenyataannya.

Kesimpulan, pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina. Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina. Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza.

Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak.

Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran.

Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur’an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka.
Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.

Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya.

Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal.

Benarkah merokok dapat melahirkan generasi “Goblok!” kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini.
“Lihat saja Indonesia,” katanya seperti dalam tulisan itu.

Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!!

“Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia?
Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri?” http://sabili.co.id/

Sumber: http://variasi-dunia.blogspot.com/2009/02/rahasia-kecerdasan-orang-yahudi.html
Kamis, 20 Mei 2010 0 comments

15 MEI 2009

"Apakah saya homesick? Iy, tapi saya tidak bisa sedikit-sedikit merengek minta pulang."

Sebenarnya sudah telat lima hari saya ingin memposting ini, tapi tidak apalah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali (itu dalilnya orang telat hehehe).

Kenapa saya memposting ini? itu hanya sebagai kenangan buat saya, dimana perjalanan 1 tahun yang lalu, yang begitu berat akhirnya terlewati. 15 Mei 2009, mungkin bisa menjadi peristiwa yang istimewa bagi saya, bagaimana tidak, tepat pada tanggal ini saya memulai perjalanan ke luar kota untuk melanjutkan studi setelah lulus SMA. Pada tanggal tersebut, tepatnya hari Jumat, saya bersama Mama berangkat menuju kota Depok, buat apa saya ke Depok? tentunya bukan sekedar liburan SMA, tapi untuk mengikuti bimbingan belajar Ganesha Operation (GO). Kenapa mesti ke Depok, apa di kota saya, kota Bengkulu tidak ada GO?, di Bengkulu memang ada, dan sewaktu masih SMA saya mengikuti bimbingan tersebut untuk mneghadapi UN. Kepergian saya melanjutkan bimbel di Depok, lebih dikarenakan faktor ekonomis, karena saat itu saya berencana mengikuti berbagai macam tes-tes masuk perguruan tinggi, baik yang negeri maupun yang swasta.

Singkat cerita, pada tanggal 18 Mei 2008 saya memulai kelas pertama untuk bimbel di Go Depok. Kelas dimulai pada pukul 08.00 wib, tp saya sudah disana dari 7.30wib, padahal jarak dari tempat bimbel dari rumah kos kakak saya paling cuma 10 menit, itu karena saya merasa sangat gugup, oh iya saya bimbel disini mengambil kelas IPC, kelas yang berisikan 6 orang saja. Kenapa saya gugup?, itu karena saya merasa minder, kenapa minder?, itu karena saya merasa takut bersaing dengan anak-anak "kota besar". Awal2nya memng berat, saya harus beradaptasi dengan bahasa dan cara berfikir mereka, oh tapi ternyata yang melanjutkan bimbel disini juga banyak perantau dari daerah lain, ada dari Medan, Riau, Jambi, bahkan dari Makassar.

Apa yang saya pelajari disana gak usahlah saya ceritakan, ya seperti les-les pada umumnya. Seperti yang dikatakan tadi, bahwa saya bimbel di depok untuk faktor ekonomis, karena mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Singkat cerita, tes pertama yang saya ikuti adalah UMB (Ujian Masuk Bersama), ujian ini diselenggarakn secara bersama oleh 7 univ negeri, seperti UI, UIN Jakarta, UNRI dll. Dalam tes ini saya memilih prodi utama yaitu Kedokteran UIN jkt, Hukum UI dan Perbankan Syariah UIN jkt., dan pada hari tes saya mendapat tes didaerah Jakarta Timur, dan daerah itu sepertinya belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Apa hasil tes tersebut? Jawaban dari computer tempat saya melihat hasil pengumuman adalah: Maaf Anda belum lulus, saya hanya bisa pasrah, lagian ini baru tes pertama saya. Tes berikutnya adalah UMB univ swasta, kalo tadi 7 Univ negeri kali ini 7 Univ Swasta, dan saya mengambil Prodi, Farmasi Univ. Pancasila, FK Yarsi dan TI Univ. Gunadarma (Kalo gak salah, lupa hehe), dan apa hasilnya?, Maaf Anda belum lulus. Untuk yang hasil kedua ini saya mulai merasa pesimis, saya seperti akan mau berputus asa, ahh tapi gak lah, masih ada tes-tes berikutnya.

Selanjutnya saya mengikuti UM(Ujian Mandiri) UIN, saya mengambil prodi FK dan Syariah, dan hasil tes ini masih sangat lama, nanti saya lanjutkan. Tes berikutnya adalah USM STAN, ahhh gak usah berpanjang lebar, pada hari saat tes saya sakit -_-“. Ok, dan tes berikunya adalah tes terakhir, tes yang benar-benar saya tunggu, yaitu SNMPTN. Pada SNMPTN ini saya kembali mengambil prodi FK UIN, Syariah UIN, dan satu lagi yaitu, HI UNPAD. Sebenarnya saya tidak ingin mengambil UNPAD, karena UNPAD itu ada di Bandung, dan saya gak mau harus kuliah jauh2 ke Bandung. Saya berencana memasukan slah satu prodi UNSRI, tp karana saya berencana akan ke Palembang n mengikuti UM UNSRI jadi saya batalkan niat tersebut, saya mengalihkan ke Prodi HI UI, ahh sayang, UI hanya menerima 10 0rang saja buat prodi ini, tapi karena saya spertinya suka HI jadi saya memutuskan HI UNPAD, takapalah Bandung, lagian teman2 saya dari Bengkulu banyak yang bimbel disana, mungkin di Bandung enak.

Singkatnya, pada tanggal 3 Agutus 2009 pengumuman SNMPTN, dan hasilnya saya lulus di prodi HI UNPAD, dan pada tanggal 6 Agustus saya juga lulus UM UIN dalam Prodi Syariah. Namun, saat itu saya lebih memilih HI, dikarenakan banyak pertimbangan, dan untuk UM UNSRI saya tidak jadi mengikuti dikarenakan jadwal tesnya bentrok dengan Perdaftaran UNPAD. Dari sinilah perjalanan panjang saya dimulai, dimana? Di Jatinagor, tempat saya berkuliah, dan 1 tahun ini terasa begitu cepat, 1 tahun lalu perjalan yang berat saya lakukan, dimana saya sering mengalami home sick, tidak seperti teman2 saya yg bimbel di luar juga, mereka bisa seenaknya pulang pergi ke Bengkulu, itu yang saya maksud tadi faktor ekonomis dan 1 tahun ini juga untuk pertama kalinya dalam 1 tahun saya hanya mnghabiskan waktu dirumah 1,5 bulan saja, saat libur kuliah dan libur lebaran kemaren. "Apakah saya homesick? Iy, tapi saya tidak bisa sedikit2 merengek minta pulang".
Selasa, 11 Mei 2010 1 comments

Terorisme Sebagai Salah Satu Aktor Hubungan Internasional Menurut Feminisme



I. Terorisme Menurut Feminisme
A. Pengertian Feminisme

Feminisme adalah suatu gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria, gerakan ini bertujuan tidak ada laginya perbedaan antara Laki-laki dan kedudukannya dalam kedudukannya sehingga terciptannya “equality” dan menolak praktik patriarki. Menjelang abad 19 feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan di negara-negara penjajah Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universalsisterhood. awalnya gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masapemasungan terhadap kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secaraumum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarkisifatnya.

Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah.
B. Feminisme dan Terorisme

Dewasa ini, perempuan sudah memainkan peran yang penting dalam hubungannya dengan terorisme, seperti dari beberapa kelompok terkemuka yang menggunakan terorisme bunuh diri. Hal ini bisa kita lihat dalam adegan film “From Paris With Love”, dimana dalam film tersebut diceritakan bawha James Reese (Jonathan Rhys Meyers) seorang yang bekerja dikedutaan besar Amerika Serikat untuk Perancis diminta untuk melakukan penghentian kegiatan terorisme di negara itu, dan kelompok teroris di Perancis tersebut akan melakukan aksi bom bunuh diri, dimana pelaku bom bunuh diri tersebut adalah tunangan dari James Reese (Jonathan Rhys Meyers), yang notabene pastinnya seorang perempuan.

Dalam beberapa kelompok teroris, tercatat, perempuan sudah memainkan peran yang tidak terpisahkan. Wanita teroris pelaku bunuh diri bukanlah hal yang baru, menambahkan bahwa Al Qaeda, Hamas, Jihad Islam Palestina, Sri Lanka Pembebasan Macan Tamil Eelam (LTTE) dan Janda Hitam Chechnya semua memiliki anggota-wanita yang banyak di antaranya telah berusaha atau berhasil dalam melaksanakan pemboman bunuh diri. Kegiatan lain yang melibatkan perempuan dalam kegiatan teroris adalah sebagai seseorang yang membuka rekening bank di bawah nama gadis tersebut untuk menghindari kecurigaan oleh para ahli yang mendata pendanaan terorisme, mereka juga mengumpulkan uang untuk kelompok teror melalui fungsi amal, dan perlengkapan transportasi dan informasi petugas keamanan bandara lalu terfokus pada laki-laki Arab.

Salah satu contoh dari gerakan-gerakan aksi terorisme yang melibatkan perempuan adalah “Black Widows” (janda-janda hitam). Kelompok ini adalah kelompok yang melaksanakan aksi bom di Moscow, Rusia. Kelompok ini mulai diduga muncul pada tahun 1994. Awalnya, puluhan wanita Cechnya yang kehilangan suami atau keluarga dekat dalam pertempuran dengan tentara Rusia diorganisir untuk melakukan balas dendam terhadap pemerintah Rusia. Fenomena keterlibatan kaum perempuan dalam aksi-aksi kekerasan adalah hal yang tidak lazim, dan ini menjadi indikasi betapa motif individual dapat dengan mudah dibelokkan untuk mencapai kepentingan politik. Dalam perspektif feminisme, kaum perempuan selalu diidentikkan dengan dengan sikap anti-kekerasan.

Dalam politik internasional, feminisme adalah pendekatan alternatif yang mengedepankan sifat “keperempuanan” dalam memahami interaksi antaraktor. Feminisme adalah karakter, bukan jenis kelamin (gender). Ada pandangan umum yang diterima oleh para teoritisi feminis ini bahwa persoalan konflik, perang, dan kekerasan disebabkan oleh tidak terlibatkannya kaum perempuan dalam proses-proses politik internasional. Tidak mengherankan apabila ketidakterwakilan perempuan menyebabkan lahirnya asumsi-asumsi, pandangan-pandangan dan akhirnya kebijakan-kebijakan yang timpang. Keputusan untuk berperang, misalnya, hampir pasti tidak pernah ditentukan dengan mengikutsertakan kepentingan perempuan. Padahal biasanya, kaum perempuan dan anak-anaklah yang paling banyak menjadi korban dari perang. Fenomena kemunculan Black Widows didasari oleh fakta bahwa mereka adalah perempuan-perempuan yang menderita akibat kehilangan suami dalam perang. Perdamaian dan kekerasan bukan milik perempuan dan laki-laki, meskipun konstruksi sosial memberikan peranan kepada laki-laki sebagai aktor dominan yang menyebabkan terbentuknya politik internasional yang penuh kekerasan.

Dari uraian tersebut tampak bahwa politik internasional yang mengedepankan perdamaian dan dialog adalah cara pandang feminis, dengan tidak mempedulikan apakah pandangan itu berasal dari laki-laki atau perempuan. Seorang laki-laki yang berpandangan feminis (cenderung pada perdamaian) tidak menjadikannya perempuan. Dan sebaliknya, seorang perempuan yang berpandangan realis (cenderung pada kekerasan) tidak akan mengubahnya menjadi seorang laki-laki.[1]

Secara umum keterlibatan perempuan dalam dalam organisasi-organisasi ini cenderung kepada kelompok-kelompok yang berorientasi pada nasionalis. Kelompok-kelompok teror fundamentalis Islam tidak pernah membiarkan perempuan untuk ambil bagian dalam kegiatan teroris mereka, apalagi dalam terorisme bunuh diri.

Kelompok-kelompok nasionalis memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam serangan yang paling ekstrim. Para pemimpin kelompok-kelompok ini sering memanfaatkan keinginan besar anggota perempuan 'untuk membuktikan kesetaraan dengan rekan-rekan laki-laki mereka dan mendorong - kadang-kadang bahkan memanipulasi mereka - untuk "sukarelawan" untuk misi tersebut. Seperti propaganda yang dilakukan Amerika Serikat terhadap perempuan-perempuan yang ada dinegera tersebut, dengan menggunakan poster yang bergambarkan perempuan bernama Rosie, dimana Rosie ini adalah sosok perempuan fiktif yang digambarkan Amerika untuk membangkitkan semangat nasionalisme perempuan-perempuan AS agar dapat membantu serta bergabung dalam perang dunia.

Alasan untuk menggunakan perempuan khususnya dalam jenis operasi berkembang dari berbagai pertimbangan pada bagian dari organisasi. Namun, semua kelompok ini menipu menggunakan tampilan bersalah seorang wanita "hamil" untuk memotong pengaturan keamanan yang berat sementara mereka mendekati target. Semua mereka mengambil keuntungan dari keinginan wanita untuk membuktikan kemampuan mereka dan pengabdian kepada organisasi dan pemimpin tertinggi mereka.[2]

Menurut salah seorang feminis Muslim, Lies Marcoes- Natsir menambahkan, keterlibatan perempuan sebagai pembawa bom bunuh diri bisa bersifat eksistensial. Menurut Lies, dalam dunia yang menganggap perempuan separuh manusia, eksistensi perempuan baru diakui ketika ia menjadi martir. “Sekali berarti, sudah itu mati,” ujarnya.[3] Beberapa studi tidak membedakan antara teroris laki-laki dan perempuan, dengan asumsi bahwa motivasi mereka sama. Kita tahu bahwa keterlibatan perempuan dalam bentuk politik tradisional berbeda dari rekan-rekan pria mereka, jadi mengapa ini harus berbeda dalam kasus teroris? Ketika gender diperhitungkan, perempuan seringkali diberikan penjelasan emosional bukan politik: anggota keluarga telah dibunuh, mereka bercerai atau kehormatan mereka telah diganggu.

Salah seorang mahasiswa Universitas Dalhousie ilmu politik. Ms Singh, dalam studi tesisnya ia menyediakan analisis feminis yang lebih menyeluruh dan komprehensif terorisme dan peran dan motivasi perempuan dalam organisasi teroris. Ia menjelaskan beberapa kelompok teroris menggunakan perempuan sebagai alat untuk mendapatkan perhatian media. Meskipun demikian, Singh berpendapat bahwa perempuan teroris tidak tanpa motivasi politik mereka sendiri. Hal ini tidak terlepasnya pandangan bahwa perempuan itu adalah sosok yang lembut dan membawa kedamaian, sehingga apabila si perempuan melakukan aksi bom bunuh diri, tentu akan menjadi perhatian publik.

Jadi, para feminis menjelaskan ketelibatan perempuan dalam berbagai tindakan teririsme sering dikrenakan masih adanya budaya patriarki di dalam lingkungan masyarakat serta masih sedikitnya penentuan kebijakan politik yang melibatkan perempuan juga menjadi salah satu pemicu. Salah satu asumsi yg menyatakan mengapa pepempuan terlibat dalam aksi terorisme adalah didasarkan faktor balas dendam, seperti kematian saudara saudara laki-laki, seperti ayah, saudara dan suami.

Peran perempuan dalam organisasi teroris merupakan area yang penting studi, sebagian besar karena memiliki implikasi pada dua aspek dalam hubungan internasional. Pertama, penelitian ini sangat penting karena perekrutan teroris perempuan memiliki pengaruh langsung pada strategi yang digunakan oleh organisasi teroris dan kemudian bagaimana organisasi teroris secara konsep baik dalam pembuatan kebijakan akademis dan lingkaran. Nilai strategis keterlibatan perempuan dalam serangan teroris menentang stereotip sosial "yang" dianggap sebagai teroris

Perekrutan perempuan sebagai aktor bom bunuh diri oleh para pemimpin organisasi teroris sering menjadi nilai strategis tersendiri, hal ini tidak terlepas dari sifat-sifat ke femininan perempuan, biasanya sifat perempuan yang terkenlal akan kelembutan, tidak berlaku agresif, lemah dan cenderung bersifat penyuka perdamaian digunakan sebagai alat untuk mengelabui masyarakat dalam mengidetifikasi cirri-ciri pelaku bom bunuh diri yang biasannya laki-laki yang bertubuh besar dan misterius.

Endnote:
[1] http://www.ishaqrahman.web.id diakses 9 Mei 2010.
[2]http://www.adl.org/israel/israel_women_terror.asp&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhj7YRahw_x-sgjj9e-qqWl1fv2Ww diakses 9 Mei 2010.
[3] “Patriarki: Terorisme, Anak dan Perempuan”, Harian Kompas, Jakarta 28 Agustus 2009.

Sumber:
•http://www.ishaqrahman.web.id diakses 9 Mei 2010.
•http://www.adl.org/israel/israel_women_terror.asp&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhj7YRahw_x-sgjj9e-qqWl1fv2Ww diakses 9 Mei 2010.
•Harian Kompas. 2009, 28 Agustus. “Patriarki: Terorisme, Anak dan Perempuan”. Dalam: http//www.ypkp.net/forum/index, diakses 9 Mei 2010.
•Singh, Anita. Merch 29, 2008. Feminism, Culture, and Terrorism: Dichotomies or Mutually Enforcing Phenomena”. Dalam: http://www.allacademic.com/meta/p252272_index.html, diakses 9 Mei 2010.
2 comments

Terorisme Sebagai Salah Satu Aktor Hubungan Internasional Menurut Pandangan Liberalisme dan Realisme

I. Terorisme Menurut Liberalisme

A. Pengertian Liberalisme

Pendekatan liberal dalam hubungan internasional menekankan kerjasama antara negara-negara untuk meningkatkan saling ketergantungan ekonomi dan harmoni global. Selain itu, kaum liberal menolak gagasan bahwa perang adalah sebuah produk yang tak terelakkan dari hubungan internasional dan stres masalah ekonomi, sosial, lingkungan, dan teknologi di samping kekuatan militer ketika membahas kepentingan nasional.

Berbeda dengan Realisme, Liberalisme berpendapat bahwa aktor non-negara merupakan pemain penting dalam hubungan internasional dan harus dipertimbangkan bersama dengan para aktor negara. Sementara negara dapat dianggap berdaulat, pada kenyataannya aktor lain seperti perusahaan multi-nasional, kelompok teroris, organisasi non-pemerintah, dan aktor transnasional lainnya semuanya penting dan relevan. Liberalisme menekankan bahwa banyak faktor yang bekerja dalam hubungan internasional, dan bahwa banyak interaksi antara negara dan aktor-aktor non-negara hanya dapat dikelola oleh lembaga internasional dimana anggota sepakat pada norma-norma yang berlaku dan aturan untuk hubungan internasional.


B. Liberalisme dan Terorisme

Jadi, bagaimana menjelaskan Liberalisme terorisme dan apa yang akan bimbingan itu menawarkan untuk menangani aktivitas teroris? Liberalisme telah susah payah menjelaskan terorisme, karena teroris bukan bagian dari pendekatan liberal keseluruhan dalam hubungan internasional: teroris tidak ingin mendorong ekonomi dan kerjasama keamanan dan tidak ingin menciptakan dunia saling ketergantungan ekonomi. Teroris berusaha untuk mencapai tujuan politik apapun diwakili oleh kelompok tertentu mereka. Bagi kaum liberal, teroris akan melakukan tindak pidana kriminal, bukan aktor utama dalam arena hubungan internasional.

Selain kesulitan dalam menjelaskan terorisme, Liberalisme menawarkan sedikit di jalan bimbingan untuk menghadapi teroris dan kegiatan teroris. Karena pikiran liberal akan mempertimbangkan teroris penjahat internasional, kemungkinan bahwa kaum liberal akan mempromosikan gagasan bahwa teroris harus ditangani secara hukum oleh lembaga internasional.


II. Terorisme menurut Realisme

A. Pengertian Realisme

Pendekatan realis dalam hubungan internasional adalah teori politik yang dominan selama Perang Dingin, diwakili oleh perebutan kekuasaan dan dominasi antara dua kubu ideologi: sebuah kamp demokratis yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sebuah kamp komunis dipimpin oleh Uni Soviet. Dengan kata lain, pelaksanaan urusan internasional oleh negara-negara yang diwujudkan dalam konsep kekuasaan, dengan masing-masing negara berusaha meningkatkan posisinya di panggung dunia relatif terhadap posisi negara-negara lain. Pada akhirnya, negara-negara berusaha untuk mempertahankan kekuasaan mereka melalui penggunaan kekuatan militer, atau perang.

Dengan konsep kekuasaan dalam pikiran, perlu untuk membahas elemen inti dari pendekatan realis dalam hubungan internasional. Pertama, menurut realis, negara adalah aktor kunci dan ada aktor ada di atas negara.Kedua, pemerintah terlibat dalam usaha yang terus menerus untuk menjamin kelangsungan hidup negara-negara yang bersangkutan. Ini berarti bahwa negara selalu bertindak untuk mencegah negara satu dari menjadi dominan di panggung dunia. Bila ada, satu negara yang dominan, seperti Amerika Serikat sejak akhir Perang Dingin, lebih kecil, negara lemah bergabung bersama dalam upaya untuk mengimbangi kekuatan bangsa terkemuka.

Teori Realis memberikan pendekatan yang mudah dipahami untuk memeriksa perilaku negara-negara dalam melakukan hubungan internasional mereka. Realisme secara akurat menggambarkan perjuangan negara-negara untuk kekuasaan dan dominasi, dan pada akhirnya untuk melindungi diri. Namun, ada beberapa kelemahan dengan pendekatan realis dalam hubungan internasional. Dengan pemahaman dasar teori realis didirikan, sekarang saatnya untuk beralih ke Realisme penjelasan tentang dan panduan untuk menangani terorisme.


B. Realisme dan Terorisme

Terorisme telah didefinisikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil atau sasaran noncombatant untuk tujuan mencapai beberapa tujuan politik. Untuk realis, penting untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak kekerasan. Karena realis melihat negara sebagai aktor kunci dalam hubungan internasional, hubungan antara tindak terorisme dan negara bertanggung jawab atas tindakan terorisme harus dibentuk. Seperti Benjamin Netanyahu mengatakan, "terorisme internasional adalah penggunaan kekerasan teroris terhadap bangsa lain yang diberikan oleh negara, yang menggunakan teroris untuk melawan perang proxy sebagai alternatif untuk perang konvensional" (Netanyahu, 2001). Netanyahu memperluas ini dengan mengatakan "Yang pertama dan paling penting untuk memahami hal ini. Tidak ada terorisme internasional tanpa dukungan negara-negara berdaulat. terorisme internasional tidak bisa dipertahankan lama tanpa rezim yang membantu dan menghasut itu. Teroris tidak ditunda di udara. Mereka melatih, lengan, dan mengindoktrinasi mereka pembunuh dari dalam havens aman di wilayah yang diberikan oleh negara-negara teroris "(Netanyahu, 2001).

Realis teori hubungan internasional juga dilihat sebagai perebutan kekuasaan dan pelestarian diri antara negara-negara. Hal ini tidak sulit untuk membayangkan bahwa realis akan mempertimbangkan September 11, 2001 serangan teroris terhadap Pentagon dan World Trade Center menara sebagai tindakan perang oleh kelompok mencari kekuasaan.

Untuk itu teori realis memberikan bimbingan untuk menangani terorisme, perlu bagi para pemimpin pemerintah untuk melihat terorisme sebagai bagian dari perjuangan untuk mempertahankan diri dan kekuasaan antara negara-negara. Penunjukan sebagai agen teroris negara adalah penting bagi teori realis untuk diterapkan. Jika teroris diperlakukan sebagai aktor-aktor non-negara, negara mana yang akan kita menyerang dalam menanggapi serangan Al Qaeda sekarang bahwa Taliban telah dihapus dari kekuasaan di Afghanistan? Dengan memperlakukan sebagai agen teroris negara yang mendukung atau sponsor terorisme, dan melihat terorisme sebagai bagian dari perjuangan keseluruhan antara negara-negara untuk kekuasaan dan pemeliharaan diri, Realisme menawarkan pendekatan yang masuk akal bagi negara-negara untuk mengatasi terorisme dengan menggunakan kekuatan militer untuk mengerahkan kekuasaan dan mengalahkan musuh teroris.

Sumber: Reeson, greg. Juni 26, 2006. “Differing Viewpoints: Realism, Liberalism and the Phenomenon of Terrorism”.
 
;